Kelompok IV:
1.
DYAH REMBULANSARI, S.Pd SMK NEGERI 2 BONDOWOSO
2.
Dra. WINARNINGTYAS SMKN 1 GEMARANG MADIUN
3.
MUHAMMAD BAISUNI, S.Sy SMK BINA MANDIRI SUMENEP
4.
BAMBANG HERMANTO,M.Pd SMKN 1 KEPANJEN MALANG
5.
Dra. TATIK NURHAYATI SMKN 1
TUBAN
6.
Dra. BUDI HARTUTI SMKN
6 SURABAYA
7.
HANY HARIASTUTI,S.Pd SMKN 2
PROBOLINGGO
8.
BAYU WIDIYANTO, S.H,M.H SMKN 2 JEMBER
9.
ENDANG ASTUTI YUBEHAR,S.Pd SMKN
2 NGAWI
10.
S. NAISAH,S.Pd SMKN 1 SAMPANG
BAGAIMANAKAH
PELAKSANAAN PRESIDENSIAL DI
TENGAH SISTEM MULTI PARTAI DI INDONESIA
1. Efektif atau
tidak ?
Menurut hasil diskusi kelompok IV pelaksanaan sistem
presidensial di tengah sistem multi partai tetap dikatakan efektif dengan alasan sebagai berikut;
a.
Multi
partai memberi manfaat kepada rakyat untuk lebih banyak mendapat kesempatan
menyampaikan aspirasinya secara leluasa melalui partai politik yang ada.
Berbagai peraturan perundang-undangan
terkait pemilu telah ada dan sekaligus memberikan jaminan kepada rakyat
untuk menggunakan hak sipil-politiknya diantaranya dimulai dari UUD NRI 1945
dan selanjutnya undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
anggota DPR/DPD/DPRD (Kab/kota) serta UU no 42 tahun 2008 Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden
b.
Sistem
presidensial memudahkan lembaga negara melaksanakan amanat UUD NRI 1945, sebab badan perwakilan atau lembaga legislatif tidak
memiliki supremacy of parliament dan
bukan sebagai lembaga yang memegang kekuasaan negara, maka stabilitas lembaga negara lebih terkontrol. Dalam
pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia presiden dipilih secara langsung
oleh rakyat dan memilliki masa jabatan yang telah ditetapkan sesuai dengan
undang-undang. Selain itu presiden juga mempunyai kedudukan sebagai Kepala
pemerintahan sekaligus kepala negara sehingga presiden merupakan satu-satunya
kepala eksekutif, dan mempunyai kewenangan penuh untuk mengangkat dan juga
mempunyai mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara yang berfungsi
sebagai pembantu presiden dan memegang kekuasaan eksekutif dalam bidang
masing-masing dalam hal ini pula kabinet tidak bertanggung jawab secara
kolektif, tetapi tiap-tiap menteri
bertanggung jawab secara individual kepada presiden.
2. Ada tidaknya koalisi dan oposisi
Koalisi ataupun oposisi pada dasarnya selalu
ada, baik pada sistem pemerintahan presidensiil atau parlementer meskipun
idealnya dalam melaksanakan penyelenggaraan negara harus mengedepankan
kepentingan rakyat. Dalam pelaksanaan kegiatan pemilu pada kondisi multi
partai, parpol yang tidak memenuhi suara terbanyak atau suara mayoritas akan berkoalisi
dengan parpol lain untuk mendapatkan kursi dalam legislatif sesuai dengan
undang-undang yang telah ditetapkan. Namun koalisi partai politik di Indonesia
yang dibangun untuk mendukung calon presiden tidak mencerminkan atau tidak
menjamin dukungan dari semua anggota parlemen
dari masing-masing partai politik yang ada dalam koalisi presiden,
seperti halnya yang pernah terjadi pada saat pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudoyono. Selain itu partai politik juga belum mampu membuktikan
kontrol terhadap para anggota-anggotanya di parlemen untuk selalu mendukung
pemerintah. Pada fakta yang terjadi pada masa itu tidak sedikit anggota DPR
dari partai koalisi presiden menunjukkan sikap berlawanan dengan kebijakan atau
program-progam pemerintah, yang semestinya partai koalisi harus mendukung
kebijakan pemerintah. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa koalisi di
indonesia dalam kondisi sistem multi partai tidak selamanya bisa dikatakan atau
memposisikan anggotanya menjadi pendukung pemerintah atau bisa disebut juga di
Indonesia tidak ada koalisi ataupun oposisi sejati .
3. Pembagian kekuasaan dan semangat kinerja
Mengutip
kajian yang dilakukan oleh DKN (Dewan Koordinasi Nasional Gerakan Pemuda
Kebangkitan Bangsa) pembagian kekuasaan pada kondisi multi partai yang
dilaksanakan di Indonesia saat ini , menurut DKN ;
Adanya
pembagian kekuasaan atau power sharing yang secara relatif dianggap memuaskan
oleh seluruh partai mitra koalisi. Pembagian kekuasaan ini dilazimkan karena
merupakan konsekuensi yang logis untuk mencapai kondisi koalisi yang solid. Di berbagai
negara yang menganut presidensialisme yang mempunyai multi partai, bahwa sistem
skoring dalam pembagian jabatan-jabatan strategis yang didistribusikan secara
proposional dan adil kepada mitra-mitra politik koalisi dianggap sebagai tolak ukur yang obyektif.
Selanjutnya disampaikan pula bahwa
dalam kondisi multi partai hubungan pembagian kekuasaan antara DPR dan pemerintah
berjalan dengan baik, hal ini disebabkan oleh;
·
kekuasaan
antara presiden dan DPR dalam konstruksi konstitusi Indonesia sama-sama kuat
dan masih berjalan harmonis, sebab keputusan tidak bisa diambil sepihak baik
oleh presiden maupun DPR.
·
Adanya
kompromi yang menjembatani konflik antara eksekutif dengan legislatif.
·
Pengambilan
keputusan di DPR sebagian besar mengharuskan keterlibatan dari pemerintah
·
Terdapat tradisi konsensus dan proses
pengambilan keputusan lebih banyak didasarkan pada musyawarah mufakat atau
setidaknya diambil dari block voting
bukan voting suara individu anggota.
· Kemudian kapasitas kelembagaan DPR
masih berada dibawah kapasitas kelembagaan eksekutif.
· Adanya forum lobi dan konsultasi
sebagai mekanisme informal menjembatani konflik-konflik ranah formal dalam
pengambilan keputusan.
Sumber; http://news.okezone.com/read/2014/04/26/62/976209/presidensialisme-multipartai-di-indonesia-masih-efektif
Kondisi multi partai
sampai sejauh ini tidak terlalu mempunyai signifikansi dalam semangat kinerja,
suatu contoh ketercapaian dalam pelaksanaan penyelenggraan pemerintah hambatan
yang dirasakan tidak disebabkan oleh menteri-menteri yang berasal dari partai
politik saja, akan tetapi dapat dilihat kalangan menteri dari profesionalpun
mengalami hambatan, demikian pula sebaliknya menteri-menteri dari kader politik
diantaranya juga mampu membuktikan semangat kinerja yang sama halnya dilakukan
oleh kalangan profesional . Oleh sebab itu dapat disimpulkan semangat kinerja
tidak terlalu terdampak oleh sistem multi partai.
Pasal-pasal mengenai pembagian kekuasaan dalam UUD 1945
diantaranya yaitu,
Pasal
18, 29, 20, 21, 22, 23, 24, 24 b
4. Petugas partai atau rakyat
Sudah
seharusnya semua lembaga negara berfungsi sebagai petugas rakyat bukan petugas
partai, walaupun pada awalnya berangkat dari kader partai ataupun utusan dari
partai poltik . Sebab pada saat
seseorang terpilih sebagai presiden ataupun wakil rakyat mereka harus melepas
baju partai atau utusan partai karena ada kepentingan yang lebih besar yaitu
kepentingan rakyat. Secara filosofis presiden berfungsi sebagai pelayan rakyat
atau dalam bahasa politik sebagai pelaksana mandat dari rakyat seluruh
indonesia.
Dan pada kesimpulan
akhir pelaksanaan presidensial pada sistem multi partai ini berjalan baik di
Indonesia karena adanya rasa kebersamaan dan kemauan untuk kompromi, musyawarah
dan mufakat yang begitu kuat. Adanya kekuatan pemersatu yang dijiwai oleh
Pancasila dapat menjadi kekuatan negara
kita untuk mencapai tujuan negara yang telah diamanatkan dalam UUD NRI 1945.