“Sudah
pulanglah kepada yang pasti” ucap Lia dengan menunduk dan setengah menahan
nafas, “ aku sudah terbiasa menangkup rinduku sendiri”. Sementara diujung
bangku hitam panjang, Arga tetap tak merubah tatapan tajamnya sambil
menggenggam jari-jari lentik yang kian lesu tanpa tenaga. Ekspresinya tak
berubah meski mendengar ucapan lembut Lia untuk mengakhiri kisah mereka. Tak sedikitpun
kata yang keluar dari bibir tipis lelaki tampan itu.
Gambar
perempuan yang berparas sederhana tanpa riasan ditatapnya dalam, seolah ingin dia
telan dalam ingatannya agar menetap di memori otak kecilnya. Arga tak mungkin menyimpan gambar mereka dalam memory telepon
genggamnya. Sebisa mungkin dia untuk tidak menyakiti Fai yang telah menyerahkan
sebagian hidupnya untuk menjadi pendamping suka dukanya. Pertentangan batin kian
menyiksanya saat bayangan Lia masih menjadi hantu disetiap pandangannya. Arga
tak pernah memahami mengapa Tuhan harus
menghadirkan rindu kedua untuknya. Seharusnya pertemuan dengan Lia hanya untuk
masalah bisnis saja. Tapi mengapa justru membuka misteri kisah lama yang belum
mampu mereka tuntaskan, meski sadar tak mungkin lagi untuk saling memiliki.
Arga
mengerjap saat mendapat sambutan dan pelukan mesra dari Fay saat dia memasuki ruang makan yang sengaja dihias dengan istimewa. “Happy
Unyversary dear”, bisikan penuh cinta Fai seolah meluruhkan semua pertentangan
batinnya. Kecupan hangat di kening Fai saat itu adalah ungkapan permohonan maaf yang tedalam dari seorang
laki-laki yang menyimpan rindu kedua di hatinya.
No comments:
Post a Comment